25 February 2021
  • Sitemap
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • youtube
  • twitter
  • facebook

SuaraKita

  • Beranda
  • Berita
    • Nasional
    • Internasional
    • Liputan
    • Siaran Pers
  • Event
  • Cerita
  • Opini
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Foto
  • Video
  • Referensi
    • Buku
    • Film
    • OV Zine
You Are Here: Home » Opini » MUI Itu Setara Dengan Organisasi LGBT

MUI Itu Setara Dengan Organisasi LGBT

Posted by :Alumni SK Posted date : 20 March 2015 In Opini 6 Comments
Hartoyo (Foto: Yatna Pelangi/suara Kita)

Hartoyo
(Foto: Yatna Pelangi/suara Kita)

Oleh : Hartoyo*

Suarakita.org- Majelis Ulama Indonesia (MUI), tertanggal 31 Desember 2014 telah mengeluarkan satu fatwa No. 57 Tahun 2014 tentang Lesbian, Gay, Sodomi dan Pencabulan. Dalam fatwa tersebut baik homoseksual maupun hubungan tanpa ikatan perkawinan (secara heteroseksual – red) dianggap sebagai perbuatan haram sehingga harus dihukum.

 

Bagi homoseksual selain dihukum juga layak “direhabilitasi” menjadi heteroseksual. Bahkan jika korbannya seorang anak, maka hukuman bagi pelaku (baik yang homoseksual maupun heteroseksual) dihukum mati.

 

MUI sebenarnya bukan kali ini saja membuat fatwa yang semangatnya homophobia (membenci homoseksual), pada 11 Oktober 1997 MUI juga mengeluarkan sebuah fatwa tentang “Kedudukan Waria” yang berisi bahwa Waria sebagai sesuatu yang haram yang diharuskan “dikembalikan” menjadi laki-laki yang dianggap “normal”.

 

MUI sebagai lembaga masyarakat sipil berbasis agama (Islam) tentu menjadi hak setiap masyarakat untuk memberikan pendapat atau pandangan tentang sesuatu hal. Apalagi MUI lembaga agama, tentunya mengeluarkan fatwa haram memang sebuah keniscayaan lembaga tersebut. Bahkan ketika MUI mendorong fatwa tersebut untuk diadopsi oleh pemerintah, itu juga sebagai sesuatu yang wajar saja dilakukan. Karena kebebasan dan keterlibatan aktif masyarakat sipil dalam kebijakan negara memang dibolehkan dalam UU No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

 

Sehingga apa yang direkomendasikan oleh fatwa MUI kepada pemerintah untuk menghukum homoseksual maupun waria sesuatu yang “sah” dalam sistem demokrasi di Indonesia. Karena semestinya seperti itu sebagai masyarakat dan warga negara. Karena itulah indikator “sehatnya” sistem demokrasi bekerja dalam suatu negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia setiap warga negaranya untuk berpendapat.

 

Karena Indonesia sebagai negara demokratis, tentu apa yang dilakukan oleh MUI dapat juga dilakukan oleh kelompok masyarakat lainnya. Sebenarnya fatwa bukan hanya otoritas MUI saja, organisasi Nahdatul Ulama (NU), sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia mempunyai satu perangkat organisasi yang bernama Bahtsul Masail yang bertugas mengeluarkan fatwa juga. Fatwa yang dikeluarkan oleh NU juga sering direkomendasikan kepada pemerintah untuk diadopsi. Itu juga sesuatu yang sah-sah saja dialam demokrasi ini.

 

Karena MUI organisasi masyarakat sipil dan kelompok Lesbian,Gay,Biseksual dan Transgender (LGBT) juga merupakan bagian dari masyarakat sipil, keduanya mempunyai hak yang sama dalam aspek kehidupan apapun. Bahkan ketika MUI mengeluarkan fatwa haram bagi LGBT, sebenarnya kelompok LGBT yang muslim khususnya juga punya hak yang sama mengeluarkan fatwa “mengharamkan” fatwa MUI ataupun membuat fatwa lain yang lebih ramah dan memberikan perlindungan pada LGBT. Bagi penulis, otoritas fatwa atau tafsir agama ada pada masing-masing umat Islam.

 

Fatwa “dilawan” fatwa menurut penulis juga bagian proses demokrasi dalam beragama. Bukankah fatwa MUI juga tidak selalu sama dan sejalan dengan fatwa yang dikeluarkan oleh NU? Perbedaan-perbedaan pandangan soal hukum Islam sebenarnya sudah ada dalam sejarah Islam. Dan fatwa selalu lahir dalam kepentingan dan politik kekuasaan. Tidak ada fatwa yang lepas dari kepentingan politik itu. Karena fatwa tidak lahir dalam ruang hampa, dia berkonteks.

 

Seperti yang penulis sampaikan di atas, MUI bukanlah lembaga negara sehingga fatwa yang dikeluarkan juga tidak mengikat pada warga negara. Tak perlu takut dihukum atau dipenjara ketika tidak mengikuti aturan fatwa MUI.

Begitu juga, karena MUI bukan representasi ulama dan umat Islam di Indonesia, maka fatwa yang dihasilkan juga bukan “kewajiban” untuk diikuti oleh ulama atau umat Islam Indonesia. Sehingga, tak perlu takut berdosa ketika tidak mengikuti fatwa MUI. Jadilah umat yang kritis karena Tuhan mencintai itu!

 

Sehingg setiap umat Islam, boleh mempercayai dan mengikuti fatwa MUI tetapi juga boleh mengabaikan fatwa tersebut. Semua menjadi otoritas masing-masing umat ataupun ulama manapun. Itulah ajaran Islam yang demokratis, memberikan kebebasan dan otoritas setiap ulama maupun umat terhadap pandangan keagamaan yang diyakininya. Menurut penulis, itulah mengapa ajaran Islam sesuai dengan semangat demokrasi di zaman sekarang ini.

 

Sebagai seorang gay muslim, membaca dan meyikapi fatwa MUI tentang hukuman pada homoseksual bukan sesuatu yang perlu saya kuatirkan berlebihan. Bagi saya, sebagai aktivis LGBT, justru fatwa ini mendorong saya untuk memberikan tawaran lain kepada pemerintah, kebijakan seperti apa untuk perlindungan dan pengakuan hak-hak LGBT di Indonesia.

 

Tentu untuk melahirkan sebuah kebijakan yang ramah pada LGBT bukan hal yang mudah, kelompok yang pro dan kontra pada LGBT akan terus “bertarung” dalam ruang publik.

 

Tapi perbedaan pandangan apapun itu, Indonesia mempunyai payung hukum tertinggi, UUD 45, yang menempatkan setiap warga negara setara, baik di depan hukum maupun dalam hubungan sosial. Sehingga posisi MUI sama setaranya dengan organisasi gay,lesbian ataupun waria di Indonesia. Apalagi meyangkut keimanan, tak ada jaminan bahwa anggota MUI lebih mulia dari seorang gay,lesbian ataupun waria. Wallahualam, hanya Tuhan yang mengetahui itu!

 

 

 

*Ketua Suara Kita

Share Button
Tags
Fatwa MUIHartoyoIslam Indonesialgbt indonesiamuiSuara Kita
tweet
Mengenal Jay Mulucha, Pemain Basket Transgender dari Uganda
Remaja Transgender Menginspirasi Lewat Iklan Pembersih Wajah

Related posts

  • Tausiyah HIV

    Tausiyah HIV

    10 February 2021

  • ‘Keluarga’ di Korea Selatan Harus Termasuk Pasangan Sesama Jenis

    ‘Keluarga’ di Korea Selatan Harus Termasuk Pasangan ...

    8 February 2021

  • Gay Transman Dan Lesbian Transpuan

    Gay Transman Dan Lesbian Transpuan

    28 December 2020

  • Kongres Perempuan Dan Ideologi Pakaian

    Kongres Perempuan Dan Ideologi Pakaian

    22 December 2020

  • Berantas FPI, Polisi Kerja Profesional

    Berantas FPI, Polisi Kerja Profesional

    11 December 2020

6 Comments

  1. Ratna dewi kusumawati
    6 July 2015 at 04:04

    Gay dan sejenisnya jelas diharamkan dalam islam dan hal tersebut jelas disebutkan dalam Al qur an

    Reply
    • Gusti Bayu
      7 July 2015 at 11:27

      Halal ataupun haram adalah produk tafsiran manusia atas agama yang tidak luput dari dimensi kekuasaan.

      Reply
      • Abdul Hamid
        30 July 2015 at 11:43

        benar sekali. dan ulama bersepakat dengan tafsiran dari dalil yang ada bahwa perilaku sedemikian diharamkan. kemukakan saja tafsiran anda di depan para ulama, itu bagian dari kebebasan berpendapat.

        Reply
      • Joko Satria
        18 February 2016 at 11:54

        ga Usah bawa2 dan ngaku muslim lah, kalo tidak baca Quran dan mentaati isi Quran, jelas-jelas di dalam Quran Allah Swt puluhan kali melaknat kaum HOMO seperti kalian. silahkan keluar dari Islam kalau tidak mau bertobat, tapi jangan membelokkan ajaran Islam dengan tafsiran2 suka2 kalian, sampai akhir Zaman Islam tak akan pernah mentolerir LGBT. kalian makhluk paling hina, lebih rendah dari binatang. bertobatlah sebelum ajal ditenggorokan, ntah sejam lagi, nanti malam, besok, lusa, ajal bisa menjemput anda kapan dan dimana saja. bertobatlah selagi sempat.

        Reply
  2. Abdul Hamid
    30 July 2015 at 11:40

    menaati fatwa MUI adalah kewajiban karena MUI adalah bagian dari ulil amri. lagipula pantaskah kita yang jahil ini membuat fatwa baru? saya khawatir fatwa yang anda buat bukan berdasar pada tafsiran berbeda dari satu dalil melainkan hanya menperturutkan hawa nafsu anda

    Reply
  3. Rendy Setya Wardana
    19 February 2016 at 06:34

    Kamu itu salah hartoyo, tulisanmu itu pengarahan opini publik.
    kok masih ngeyel sama ulil amri sih ?
    Secara alamiah, cuma ada lelaki wanita.
    kalaupun kamu bilang variasi alam, sini belajar dulu di perguruan tinggi saya.
    Saya nggak tahu kamu itu nggak ngerti atau kurang baca.
    Tapi usaha merangkaikan fakta dan opini mu hanya pembodohan publik semata.

    Reply

Leave a Comment

Click here to cancel reply.

Populer

  • Minang Bukan Islam,Begitu Sebaliknya (Sebuah Tanggapan)

    Minang Bukan Islam,Begitu Sebaliknya (Sebuah Tanggapan)

    4 January 2013
  • Surat Terbuka Kepada Fahira Idris

    20 March 2013
  • Komunitas Gay Protes Pernyataan Khofifah Indar Parawansa

    6 July 2012
  • [Kisah] Aku Seorang Asexual

    [Kisah] Aku Seorang Asexual

    29 October 2015
  • <!--:id-->Ada yang “tidak beres” dengan kritikan Juri Indonesian Idol 2012<!--:-->

    Ada yang “tidak beres” dengan kritikan Juri Indonesian Idol 2012

    5 April 2012
  • youtube
  • twitter
  • facebook
© Copyright 2014, All Rights Reserved.