1 March 2021
  • Sitemap
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • youtube
  • twitter
  • facebook

SuaraKita

  • Beranda
  • Berita
    • Nasional
    • Internasional
    • Liputan
    • Siaran Pers
  • Event
  • Cerita
  • Opini
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Foto
  • Video
  • Referensi
    • Buku
    • Film
    • OV Zine
You Are Here: Home » Opini » Mencari Kambing Hitam

Mencari Kambing Hitam

Posted by :Alumni SK Posted date : 16 September 2015 In Opini 2 Comments
(http://assets-a2.kompasiana.com/statics/crawl/5565d6ea0423bda9558b4567.jpeg?t=o&v=760)

(http://assets-a2.kompasiana.com/statics/crawl/5565d6ea0423bda9558b4567.jpeg?t=o&v=760)

Oleh : Dev*

Suarakita.org- Pertanyaan tentang “Kenapa kamu jadi gay/ lesbian” kerap kali menjadi pertanyaan, baik dari kalangan LGBT maupun masyarakat awam. Biasanya orang yang diberondong dengan pertanyaan semacam itu dengan sigap menceritakan hal ihwal “mengapa mereka menjadi seorang LGBT”.

Jawaban paling umum adalah “aku dari keluarga broken home,” atau “aku dendam pada ayahku”. Rata-rata mereka cenderung mencari objek atau situasi/kondisi yang bisa mereka persalahkan dan dianggap paling bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada diri mereka sekarang. Jawaban semacam itu selalu menggelitik pikiran saya sehingga timbul pertanyaan,”Benarkah?

Seseorang memang sejak dilahirkan sudah memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis (given), namun kemudian ada yang mengalami berbagai proses dalam hidupnya hingga akhirnya ia menjadi seorang penyuka sesama jenis. Terlepas dari hal tersebut, ketertarikan atau cinta menurut keyakinan saya adalah merupakan dorongan alamiah dari dalam diri, yang bahkan (mungkin saja) anugerah dari Tuhan. Lantas kenapa kita sendiri sibuk mempersalahkannya?

Orang yang memiliki ketertarikan terhadap sesama jenis bisa dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu egosintonik dan egodistonik. Egosintonik yaitu apabila orang yang menyukai sesama jenis, menyadarinya, dan menerima dirinya sendiri bahwa ia adalah seorang homoseksual. Sedangkan egodistonik adalah orang yang memiliki ketertarikan terhadap sesama jenis namun ia tidak bisa menerima dirinya sendiri, bahkan menyangkalnya. Orang-orang yang sering mencari kambing hitam atas kondisi dirinya inilah yang termasuk dalam kategori homoseksual egodistonik.

Orang dengan egodistonik inilah yang seringkali membutuhkan bantuan tenaga medis atau psikolog untuk membantunya mengatasi stress karena ketidaksesuaian antara ego dan kenyataan. Peran psikolog akan membantu mereka lebih mengenali dirinya sendiri untuk pada akhirnya mampu menerima kenyataan diri. Bahkan bagi beberapa orang yang pada awalnya heteroseksual, kemudian bertemu dengan seseorang atau menghadapi situasi tertentu hingga orientasi seksualnya bergeser menjadi homoseksual tetaplah tidak ada alasan baginya untuk mencari kambing hitam.

Freud, seorang tokoh dalam dunia psikologi menyatakan bahwa seksualitas manusia itu cair, ia bisa bergerak dari satu titik ke titik lainnya. Hari ini bisa jadi seseorang berorientasi heteroseksual, namun tidak menutup kemungkinan sehari, seminggu, atau bahkan setahun kemudian ia jatuh cinta dengan sesama jenis. Begitu pula dengan pendapat Carl Gustav Jung yang menyatakan bahwa manusia pada hakikatnya merupakan makhluk biseksual. Pada tingkat fisiologis, laki-laki mengeluarkan hormon seks laki-laki maupun perempuan, demikian juga wanita. Pada tingkat psikologis, sifat-sifat maskulin dan feminin juga terdapat pada keduanya.

Berpijak pada pendapat tersebut, jelas bahwa tak perlu ada yang dipersalahkan atas orientasi seksual seseorang. Tak perlu lagi mencari-cari alasan klise demi rasa aman. Kunci utama untuk kondisi yang sehat secara mental adalah penerimaan diri, tentang bagaimana kita menerima dan menyadari diri kita sepenuhnya. Coming in merupakan hal yang wajib, sedangkan coming out merupakan pilihan bagi masing_masing individu dengan berbagai pertimbangan. Jika diri sendiri saja belum bisa berdamai, bagaimana kita menuntut orang lain berterima dengan keadaan kita?

 

*Penulis adalah aktivis Talita Kum, sebuah organisasi LGBT di Solo.

 

 

Share Button
Tags
cerita gayDevlgbt indonesiaSuara Kita
tweet
[KISAH] Bioskop Tua, Gay dan ‘Kemeriahan’ di Jantung Jakarta
[Resensi] Shelter: Tentang Pilihan Hidup

Related posts

  • Tausiyah HIV

    Tausiyah HIV

    10 February 2021

  • ‘Keluarga’ di Korea Selatan Harus Termasuk Pasangan Sesama Jenis

    ‘Keluarga’ di Korea Selatan Harus Termasuk Pasangan ...

    8 February 2021

  • Gay Transman Dan Lesbian Transpuan

    Gay Transman Dan Lesbian Transpuan

    28 December 2020

  • Kongres Perempuan Dan Ideologi Pakaian

    Kongres Perempuan Dan Ideologi Pakaian

    22 December 2020

  • Berantas FPI, Polisi Kerja Profesional

    Berantas FPI, Polisi Kerja Profesional

    11 December 2020

2 Comments

  1. Kiky
    21 September 2015 at 03:22

    Saya sebagai sesorang yang memang LGBT juga akan merasa risih jika ditanyakan berbagai pertanyaan tsb, seperti saya juga tidak akan menyalahkan siapapun meskipun itu karena berasal dari Broken Home. Karena semua hidup seseorang adalah pilihannya sendiri, semua orang berhak memilih hidupnya sendiri tanpa pengaruh orang lain meskipun itu orang tua ataupun agama sekalipun.

    Be Brave

    Reply
  2. yuni
    21 September 2015 at 16:05

    kalau saya yang aromantic asexual mau nyari kambing hitam kemana? dan kalaupun ada yang bisa dikambinghitamkan, tetap tidak akan membuat orientasi seksual saya jadi tidak valid. dan jika suatu saat orientasi seksual saya berubah, juga tidak akan membuat apa yang saya rasakan saat ini tidak benar/nyata.

    Reply

Leave a Comment

Click here to cancel reply.

Populer

  • Minang Bukan Islam,Begitu Sebaliknya (Sebuah Tanggapan)

    Minang Bukan Islam,Begitu Sebaliknya (Sebuah Tanggapan)

    4 January 2013
  • Surat Terbuka Kepada Fahira Idris

    20 March 2013
  • Komunitas Gay Protes Pernyataan Khofifah Indar Parawansa

    6 July 2012
  • [Kisah] Aku Seorang Asexual

    [Kisah] Aku Seorang Asexual

    29 October 2015
  • <!--:id-->Ada yang “tidak beres” dengan kritikan Juri Indonesian Idol 2012<!--:-->

    Ada yang “tidak beres” dengan kritikan Juri Indonesian Idol 2012

    5 April 2012
  • youtube
  • twitter
  • facebook
© Copyright 2014, All Rights Reserved.