14 May 2022
  • Sitemap
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • youtube
  • twitter
  • facebook

SuaraKita

  • Beranda
  • Berita
    • Nasional
    • Internasional
    • Liputan
    • Siaran Pers
  • Event
  • Cerita
  • Opini
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Foto
  • Video
  • Referensi
    • Buku
    • Film
    • OV Zine
You Are Here: Home » Opini » [OPINI] Imlek dan Menguatnya Homophobia di Tengah Masyarakat

[OPINI] Imlek dan Menguatnya Homophobia di Tengah Masyarakat

Posted by :Esa Posted date : 9 February 2016 In Opini Comments Off on [OPINI] Imlek dan Menguatnya Homophobia di Tengah Masyarakat
Gong_Xi_Fat_Cai_2016_Happy_Chinese_New_Year_Wallpaper_year_of_monkey-1920x1080

http://amoathea.tk/imlek-wallpaper-2016/

Oleh: Siti Rubaidah

Suarakita.org – Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting orang Tionghoa. Tidak hanya disambut oleh golongan masyarakat Tionghoa saja kini Imlek telah menjadi Hari Libur Nasional. Hal ini bisa kita lihat di beberapa pusat keramaian seperti mall, pusat perbelanjaan dan perkantoran yang memajang ruangannya dengan pernak-pernik lampion berwarna merah yang menjadi salah satu simbol perayaan Imlek.

Megawati dalam pernyataan tertulis DPP PDI-P, Senin (8/2/2016) yang menyatakan,  “Peringatan Imlek menjadi bagian dari jembatan persaudaraan, serta menjadi fundamen yang kokoh bagi persatuan Indonesia dengan seluruh keanekaragamannya.” [i]

Sebuah lompatan besar sejarah anti diskriminasi telah ditorehkan oleh para pemimpin bangsa.  Sebelum resmi menjadi hari libur nasional, perayaan imlek sempat dilarang di Indonesia. Selama tahun 1968-1999, ada sebuah larangan untuk merayakan tahun baru imlek di depan umum. Saat itu, Rezim Orde Baru di bawah Pemerintahan Presiden Soeharto melarang segala hal yang berbau Tionghoa dengan menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967.[ii]

Baru setelah Megawati menjadi Presiden, perayaan tahun baru Imlek ditetapkan sebagai hari libur nasional pada tahun 2003. Hal ini merupakan kelanjutan dari kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 tentang pencabutan instruksi Presiden Soeharto pada tahun 1967 dan menetapkan bahwa perayaan Imlek adalah hari libur yang fluktuatif, di mana hanya mereka yang merayakan yang boleh libur.

Sayangnya, jembatan persaudaraan dan fundamen persatuan tersebut belum benar-benar dimaknai oleh sebagian kecil masyarakat kita yang diskriminatif dan homophobia. Setidaknya kesan itu bisa kita baca pada sebuah pemberitaan media massa nasional yang memasang judul berita:  “Heboh Komunitas Gay akan Rayakan Imlek” yang mengesankan bahwa warga Surabaya digemparkan dengan beredarnya selebaran yang menginformasikan akan digelarnya pesta  Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) pada peringatan Imlek.

Selebaran yang dianggap menghebohkan tersebut memuat laki-laki bertelanjang dada dan memuat tulisan ‘Gue Berani With DJ Whiznu di Happy Puppy’  Lebih seru, lebih berani, lebih spektakuler. Because “Fear Are Nothing More Than A State Of Mind“.[iii]

Mendengar kabar tersebut, aparat kepolisian mengancam akan membubarkan acara yang rencananya digelar pada Minggu malam, 7 Februari 2016. Menanggapi ancaman pembubaran tersebut Panitia G Nite Party mengumumkan bahwa Gue Berani Party ditunda sampai batas waktu yang belum ditentukan serta membantah bahwa pesta tersebut khusus untuk kalangan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).[iv]

“Bukan, itu acara untuk umum, siapa pun boleh ikut. Sebenarnya itu acara edukasi dan sosialisasi bahaya HIV/AIDS,” kata perwakilan King Entertainment sebagai penyelenggara G Nite Party, Dodik Indrianto.

Sebagai bukti, Dodik menambahkan, panitia turut mengundang Dinas Kesehatan Surabaya, Dinas Sosial Surabaya, Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Surabaya, dan tiga puskesmas di Surabaya. Ia juga menegaskan bahwa kegiatan serupa juga digelar di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Bogor.

Menurut Dodik, penyebutan pesta untuk acara dimaksudkan untuk menarik pengunjung saja, karena selama ini dengan konsep gathering kurang banyak diminati orang.

Gue Berani sendiri sebenarnya adalah sebuah situs online yang mengkampanyekan isu-isu HIV/AIDS, yang mengajak agar semua lebih berani memeriksakan diri, agar semuanya aware dengan diri sendiri.[v]

Di penghujung kalimat, penulis ingin menyampaikan pesan bahwa setidaknya media massa yang kini menjadi pilar ketiga demokrasi, seharusnya mampu memposisikan dirinya secara tepat di masyarakat. Bukan membuat onar dan menyulut persoalan yang rentan bagi masyarakat hanya karena kepentingan sesaat.

Selamat Tahun Baru Imlek 2567, Wan Se Ru Yi, Sen Thi Cien Khang Gong Xi Fa Cai !!!

 

 

Referensi:

[i] http://pekanbaru.tribunnews.com/2016/02/08/ini-makna-imlek-menurut-megawati-soekarnoputri

[ii] https://id.wikipedia.org/wiki/Tahun_Baru_Imlek

[iii] http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/02/07/o267u5318-heboh-komunitas-gay-akan-pesta-rayakan-imlek

[iv] https://nasional.tempo.co/read/news/2016/02/08/058743050/pesta-gay-surabaya-panitia-hanya-sosialisasi-hiv-aids

[v] http://gueberani.com/

Share Button
Tags
HIV-AIDSImleklgbt indonesiaSuara Kita
tweet
[Jurnal] Konseling Bagi Keluarga Gay dan Lesbian : Pertimbangan Teoritis
Hakim Transgender Pertama di Pengadilan Tertinggi Inggris Raya

Related posts

  • Menegaskan Identitas Transgender Lebih Dari Sekadar Kesopanan

    Menegaskan Identitas Transgender Lebih Dari Sekadar Kesopanan

    3 March 2022

  • Religiusitas dan Spiritualitas Gender Minoritas di Indonesia: Kontras antara Hak Hukum dan Realitas

    Religiusitas dan Spiritualitas Gender Minoritas di Indonesia: ...

    24 January 2022

  • Mempertanyakan Niat: Pemerintah Indonesia Tidak Berkomitmen untuk Menghapus Kekerasan Seksual

    Mempertanyakan Niat: Pemerintah Indonesia Tidak Berkomitmen untuk ...

    15 November 2021

  • Apa Itu KTP/KK Bagi Transpuan

    Apa Itu KTP/KK Bagi Transpuan

    20 September 2021

  • Kebijakan Saja Tidak Cukup

    Kebijakan Saja Tidak Cukup

    13 September 2021

  • youtube
  • twitter
  • facebook
© Copyright 2014, All Rights Reserved.