27 February 2021
  • Sitemap
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • youtube
  • twitter
  • facebook

SuaraKita

  • Beranda
  • Berita
    • Nasional
    • Internasional
    • Liputan
    • Siaran Pers
  • Event
  • Cerita
  • Opini
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Foto
  • Video
  • Referensi
    • Buku
    • Film
    • OV Zine
You Are Here: Home » Opini » [Opini] Membahasakan Kekerasan: Analisis Terma ‘Sakit’ dan ‘Belok’

[Opini] Membahasakan Kekerasan: Analisis Terma ‘Sakit’ dan ‘Belok’

Posted by :Esa Posted date : 2 March 2016 In Opini 0

main-qimg-e023e7b759f877062bdc26fe1bbf9966

Oleh: Bhadrika Dirgantara

Abstrak

Suarakita.org – Pada percakapan sehari-hari, terma ‘sakit’ dan ‘belok’ kerap digunakan untuk merujuk pada individu dengan preferensi seksual selain heteroseksual. Esai ini menunjukkan bahwa penggunaan kedua kata ini dapat mereproduksi heteronormativitas sebagai ideologi gender dominan. Hal ini dimungkinkan karena dua hal, yaitu: (1)Penggunaan kedua terma ini dapat m33203d69baaa32f973679d11a25af3bfenjadi wujud kekerasan kultural yang dapat melegitimasi kekerasan struktural, termasuk di dalamnya homofobia, bifobia, dan transfobia; dan (2)Bahasa sebagai produk kebudayaan dapat mengonstruksi, mereproduksi, dan melegitimasi realita yang menjadi world-view individu dalam menafsirkan dunia secara rasional.

Dengan demikian, penggunaan terma ‘sakit’ dan ‘belok’ tidak dapat sekadar dipahami sebagai penggunaan kata untuk merujuk kategori sosial tertentu, yaitu individu dengan preferensi seksual selain heteroseksual, namun harus dipahami sebagai  wujud kekerasan kultural yang melegitimaBu3y1sLCAAEr9xHsi diskriminasi pada individu dengan preferensi seksual selain heteroseksual dan sebagai upaya konstruksi, reproduksi, dan legitimasi realita sosial bahwa individu dengan preferensi seksual selain heteroseksual memang ‘sakit’ dan ‘belok dari jalannya yang lurus.’Pada akhirnya, esai ini menunjukkan bahwa dekonstruksi kedua terma ini dapat mengantarkan kita pada dekonstruksi heteronormativitas sebagai ideologi gender dominan 9f84ae1de29d5fdb49ee2ff1343fa05ayang diskriminatif dan opresif. Akan tetapi, harus dipahami pula bahwa penggunaan kedua terma ini memiliki relasi dialektik dengan heteronormativitas itu sendiri. Oleh karena itu, dekonstruksi kedua terma ini harus dilakukan bersamaan pula dengan dekonstruksi heteronormativitas.

Artikel lengkap bisa diunduh di bawah ini.

Download (PDF, 265KB)

 

Share Button
Tags
Bahasabelokheteronormativitaskekerasan kulturallgbt indonesiasakitSuara Kita
tweet
[Liputan] KPI Menggeneralisasi Keberagaman Identitas dan Ekspresi Gender dengan Stereotip yang Merendahkan Perempuan
[Kisah] Pentingnya Memupuk Pengetahuan Sebelum Coming Out

Related posts

  • Tausiyah HIV

    Tausiyah HIV

    10 February 2021

  • ‘Keluarga’ di Korea Selatan Harus Termasuk Pasangan Sesama Jenis

    ‘Keluarga’ di Korea Selatan Harus Termasuk Pasangan ...

    8 February 2021

  • Gay Transman Dan Lesbian Transpuan

    Gay Transman Dan Lesbian Transpuan

    28 December 2020

  • Kongres Perempuan Dan Ideologi Pakaian

    Kongres Perempuan Dan Ideologi Pakaian

    22 December 2020

  • Berantas FPI, Polisi Kerja Profesional

    Berantas FPI, Polisi Kerja Profesional

    11 December 2020

Leave a Comment

Click here to cancel reply.

Populer

  • Minang Bukan Islam,Begitu Sebaliknya (Sebuah Tanggapan)

    Minang Bukan Islam,Begitu Sebaliknya (Sebuah Tanggapan)

    4 January 2013
  • Surat Terbuka Kepada Fahira Idris

    20 March 2013
  • Komunitas Gay Protes Pernyataan Khofifah Indar Parawansa

    6 July 2012
  • [Kisah] Aku Seorang Asexual

    [Kisah] Aku Seorang Asexual

    29 October 2015
  • <!--:id-->Ada yang “tidak beres” dengan kritikan Juri Indonesian Idol 2012<!--:-->

    Ada yang “tidak beres” dengan kritikan Juri Indonesian Idol 2012

    5 April 2012
  • youtube
  • twitter
  • facebook
© Copyright 2014, All Rights Reserved.