18 January 2021
  • Sitemap
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • youtube
  • twitter
  • facebook

SuaraKita

  • Beranda
  • Berita
    • Nasional
    • Internasional
    • Liputan
    • Siaran Pers
  • Event
  • Cerita
  • Opini
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Foto
  • Video
  • Referensi
    • Buku
    • Film
    • OV Zine
You Are Here: Home » Opini » Kongres Perempuan Dan Ideologi Pakaian

Kongres Perempuan Dan Ideologi Pakaian

Posted by :hartoyo Posted date : 22 December 2020 In Opini 0

Oleh: Hartoyo

SuaraKita.org – Waktu Kongres Perempuan I, 22-25 Desember 1928 yang kemudian oleh otak orde baru disebut sebagai hari ibu (bermakna domestifikasi perempuan). 

Saya suka tertarik mengamati gaya pakaian para pesertanya saat itu.  Mereka umumnya bersanggul,  berkebaya dengan sebagian kelihatan “bra” nya.  Perlu dicatat,  bahwa tahun 1928, Islam sudah menjadi agama mayoritas di Indonesia.  

Memang ada yang menggunakan penutup kepala,  tapi umumnya selendang panjang dengan tetap kelihatan rambut. 

Jika Kongres Perempuan itu berulang saat sekarang,  tahun 2020. Dipastikan pesertanya akan berubah gaya penampilannya.  

Mungkin sudah sangat sulit ada peserta bersanggul, berkain jarik, atau berkebaya transparan. Walau menggunakan kain tradisional tetap akan ada.  

Dipastikan terjadi pergeseran penampilan dalam soal pakaian yang dipakai peserta.  

Pakaian memang salah satu produk budaya,  yang sangat biasa terjadi pergeseran atau berubah model dari tahun ke tahun atau dari generasi ke generasi.  

Dan pergantian pakaian secara filosofis pada model pakaian seseorang atau komunal bisa juga dilatarbelakangi oleh satu ideologi atau nilai tertentu. 

Disitulah menariknya membahas soal pakaian,  karena bukan hanya soal penutup tubuh, dalam artian tujuan kesehatan atau mode semata. 

Tetapi ada satu kemungkinan nilai,  ideologi atau hegemoni yang bekerja di dalamnya. Dan makin menariknya, sebagian dari kita tanpa sadar bahwa ada sistem yang bekerja pada tubuh kita melalui “selembar” kain tersebut. 

Semua seolah-olah “terberi” begitu saja sebagai sebuah nilai kebenaran yang harus diikuti. Segala rasionalitas diberikan untuk mengukuhkan ideologi/hegemoni itu bekerja. Karena kita memang dididik,  diajarkan nilai itu sejak kecil di rumah,  sekolah atau lingkungan.  Sampai akhirnya kita meyakini itulah “kebenaran” esensial.  

Ini yang menarik sekali dikaji dan dibahas mendalam dalam soal ini.  Dan situasi ini juga berlaku pada jenis kelamin manapun. 

Termasuk lelaki sekarang, mengapa sudah mulai  senang pakai “daster” daripada bercelana atau bersarung?   

Selamat Hari Perjuangan Perempuan Indonesia!

Share Button
Tags
22 desemberGerakan PerempuanHari Ibuhari perempuanHartoyoIdeologikongres perempuanLGBTlgbt indonesiaOpinipakaian
tweet
Komunitas LGBT Bergabung dengan Demonstrasi Thailand
Qatar Mengizinkan Bendera Pelangi di Piala Dunia 2022

Related posts

  • Gay Transman Dan Lesbian Transpuan

    Gay Transman Dan Lesbian Transpuan

    28 December 2020

  • Berantas FPI, Polisi Kerja Profesional

    Berantas FPI, Polisi Kerja Profesional

    11 December 2020

  • Kekuatan Fundraising Kekuatan Politik

    Kekuatan Fundraising Kekuatan Politik

    7 December 2020

  • Transpuan Lansia dan Kehadiran Negara

    Transpuan Lansia dan Kehadiran Negara

    20 November 2020

  • Selalu Ada Cara Untuk Komunitas

    Selalu Ada Cara Untuk Komunitas

    12 November 2020

Leave a Comment

Click here to cancel reply.

Populer

  • Minang Bukan Islam,Begitu Sebaliknya (Sebuah Tanggapan)

    Minang Bukan Islam,Begitu Sebaliknya (Sebuah Tanggapan)

    4 January 2013
  • Surat Terbuka Kepada Fahira Idris

    20 March 2013
  • Komunitas Gay Protes Pernyataan Khofifah Indar Parawansa

    6 July 2012
  • [Kisah] Aku Seorang Asexual

    [Kisah] Aku Seorang Asexual

    29 October 2015
  • <!--:id-->Ada yang “tidak beres” dengan kritikan Juri Indonesian Idol 2012<!--:-->

    Ada yang “tidak beres” dengan kritikan Juri Indonesian Idol 2012

    5 April 2012
  • youtube
  • twitter
  • facebook
© Copyright 2014, All Rights Reserved.